
HIDUP sejatinya adalah perjalanan menavigasi ketidakpastian—sebuah seni untuk menerima dan berdamai dengan segala yang ditakdirkan. Dalam prosesnya, kebijaksanaan lahir saat kita belajar merelakan dan menumbuhkan kelapangan hati.
Menahan diri dari keinginan yang berlebihan dan memilih untuk merasa cukup justru bisa membuka jalan menuju cinta Ilahi.
Merasa cukup adalah bentuk syukur yang begitu dalam. Ia hadir bersama kesabaran dan ketulusan dalam menapaki tantangan kehidupan. Dengan hati yang lapang, kita belajar melihat segala sesuatu sebagai bagian dari kasih sayang Allah SWT.
Senyuman yang tulus, disertai prasangka baik terhadap setiap pemberian dari Allah SWT, menjadi bagian dari cara kita menyambut hidup. Rasa cukup, yang tumbuh dari hati penuh syukur, adalah pintu menuju kebahagiaan sejati.
Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah memegang tangan sahabatnya, Mu’adz bin Jabal RA, lalu bersabda dengan penuh kasih sayang, “Wahai Mu’adz, demi Allah, aku mencintaimu.” Nabi kemudian memberi pesan bermakna: “Jangan pernah lupa untuk mengucapkan doa ini setiap selesai salat: ‘Ya Allah, bantu aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan sebaik-baiknya.’” (HR Abu Daud)
Hadis tersebut menjadi pengingat agar kita senantiasa menjaga rasa syukur dan memohon kekuatan untuk senantiasa dekat kepada-Nya. Rasa cukup bukan hanya tentang materi, tapi juga tentang hati yang rela, pikiran yang tenang, dan jiwa yang tidak haus akan hal-hal duniawi secara berlebihan.
Dengan hati yang kuat dan iman yang kokoh, kita bisa merenungi serta mengapresiasi segala nikmat yang telah diberikan. Rasa cukup tumbuh dari keyakinan bahwa apa yang kita miliki saat ini adalah yang terbaik untuk kita.
Dalam riwayat lain, Sa’ad bin Abi Waqqash RA menceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah memohon syafaat kepada Allah untuk umatnya. Allah mengabulkan sepertiga permohonan itu. Sebagai bentuk syukur, Nabi pun bersujud. Lalu beliau kembali memohon, dan Allah mengabulkan sepertiga berikutnya. Lagi-lagi, Nabi bersujud sebagai bentuk rasa terima kasih. Proses ini berlanjut hingga seluruh permohonan dikabulkan, dan Nabi terus sujud penuh syukur (HR Abu Daud).
Kisah ini menunjukkan betapa syukur adalah bagian penting dalam iman. Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk menjaga rasa syukur lewat tindakan nyata, doa, dan keyakinan yang tak goyah.
Allah SWT sendiri mengingatkan kita dalam Al-Qur’an, “Jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat-Ku kepadamu. Tetapi jika kalian ingkar, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim: 7).
Tak semua yang besar itu mencukupi, dan tak semua yang kecil itu kurang. Sesuatu yang sederhana bisa menjadi sumber kebahagiaan besar jika diterima dengan ikhlas. Yang banyak dimulai dari yang sedikit, dan yang sedikit tak selalu berarti kekurangan.
Apa pun yang kita miliki adalah pemberian terbaik dari Allah. Maka, merasa cukup adalah bentuk paling tulus dari rasa syukur—sebuah cara untuk terus bahagia meski dalam kesederhanaan.