Banda Aceh – Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Provinsi Aceh menggelar shalat Idul Fitri 1446 H di Masjid Al Mukmin, Desa Lamgugob, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, pada Senin (31/3). Ratusan warga LDII menghadiri shalat Ied tersebut, memadati masjid sejak pukul 07.30 WIB.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua DPW LDII Provinsi Aceh, Tgk. H. Marzuki, menyampaikan pentingnya Idul Fitri sebagai momentum untuk saling bermaafan, membersihkan hati dari rasa dengki dan dendam, serta memperkuat hubungan antar sesama. Ia mengingatkan menyimpan dendam hanya akan merusak diri sendiri dan menghilangkan amal kebaikan.
“Iedul Fitri adalah kesempatan yang baik untuk kita saling bermaafan, membuang rasa dengki dan dendam terhadap sesama, serta waktu yang baik untuk membersihkan hati,” ujar Tgk. Marzuki.
Lebih lanjut, ia mengutip sabda Rasulullah SAW yang mengingatkan umat Islam akan bahaya penyakit dengki dan kebencian. “Penyakit umat sebelum kalian telah merambah pada kalian, yaitu dengki dan kebencian, yang akan mencukur gundul, bukan mencukur rambut, tapi mencukur agama alias mencukur habis amal baik kita,” tuturnya.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga mengingatkan jamaah agar tidak mengalami kebangkrutan amal setelah berupaya mengumpulkan kebaikan selama bulan Ramadhan. Merujuk pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dalam Shahih Muslim, ia menyampaikan bahwa Rasulullah SAW pernah bertanya kepada para sahabat tentang orang yang mengalami kebangkrutan. Para sahabat menjawab bahwa orang bangkrut adalah mereka yang kehilangan harta. Namun, Rasulullah menjelaskan bahwa kebangkrutan sejati adalah ketika seseorang kehilangan pahala amalnya karena perbuatan buruk terhadap sesama.
“Setelah kita berhasil dengan susah payah mengumpulkan berbagai kebaikan di bulan Ramadhan, ingat! Jangan sampai kita mengalami kebangkrutan amal,” katanya.
Tgk. Marzuki juga menekankan pentingnya menjaga amal baik dengan menghindari perbuatan yang menyakiti orang lain, baik melalui lisan maupun perbuatan, seperti menghujat, memfitnah, mencuri, korupsi, serta melakukan kekerasan fisik. Ia mengingatkan bahwa menjaga diri dari perilaku buruk merupakan bagian dari mempertahankan amal ibadah yang telah dilakukan.
Selain itu, ia mengajak jamaah untuk menerapkan prinsip khauf dan rajā’ dalam beribadah. “Khauf adalah kekhawatiran apakah ibadah kita diterima oleh Allah SWT atau tidak, sehingga kita tidak terlalu puas dan berbangga diri dengan pencapaian ibadah yang telah dilakukan. Sementara rajā’ adalah optimisme bahwa Allah, dengan sifat kasih sayang-Nya, tentu akan menerima amal ibadah kita,” jelasnya.
Menurutnya, keseimbangan antara khauf dan rajā’ sangat penting agar seseorang tidak terjebak dalam rasa puas diri yang berlebihan atau keputusasaan terhadap rahmat Allah. Ia mengutip sabda Rasulullah SAW, “Aku berada pada persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku,” sebagai pengingat agar umat Islam senantiasa berharap kebaikan dari Allah SWT.
Tgk. H. Marzuki menambahkan, setelah menjalani ibadah puasa sebulan penuh, shalat tarawih setiap malam, dan menunaikan zakat fitrah, umat Islam tidak boleh melupakan aspek sosial. “Mengabaikan aspek sosial akan membuat kita buta terhadap lingkungan di mana kita hidup,” pungkasnya.