Banda Aceh – Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh Prof. Dr. Damanhuri, M.Ag mengatakan pentingnya memahami kearifan lokal yang dimiliki suatu wilayah untuk mencegah tumbuhnya paham radikal dan intoleran.
“Ketika seseorang datang ke suatu wilayah membawa konsepnya sendiri, lalu menyalahkan konsep yang ada di wilayah tersebut, maka hal ini bisa menimbulkan paham radikal dan intoleran,” katanya.
Hal tersebut disampaikan Damanhuri dalam diskusi dengan pengurus DPW LDII Aceh di kediamannya di Desa Rukoh, Darussalam, Banda Aceh, Rabu (1/6).
Damanhuri menyoroti fenomena pendakwah yang kurang menguasai ilmu agama dengan benar. Menurutnya, dangkalnya ilmu para pendakwah bisa menyebabkan timbulnya paham radikal dan intoleran.
“Saya melihat ada seseorang yang menjadi ustad tanpa basic, hari ini dia pandai berbicara dan diskusi di kampus-kampus tentang agama, besok sudah dianggap ustad, padahal menjadi seorang ustad itu harus memahami alatnya, seperti hadist ini ke siapa disampaikan, apa bunyinya, apa maksud dari hadist ini, karena teks hadist bila disampaikan begitu saja belum tentu cocok untuk semua,” jelasnya.
Damanhuri menjelaskan, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memahami ilmu hadist, “Bukan lantas mendapat sebuah teks hadist yang sohih, lalu dengan itu kita menyalahkan-menyalahkan orang lain, tidak seperti itu, ada yang perlu disiati, ketika ini tidak kita pahami ini, maka bisa menimbulkan paham radikal dan intoleran,” tegasnya.
Ia mengatakan, dakwah itu mengajak manusia ke arah yang baik dan bukan menghakimi dan mengatakan orang lain sesat, “Saya di MPU tidak pernah memakai istilah itu (menyesatkan orang lain), yang kita anggap salah itu dimana, kita diskusi, kita betulkan, kita panggil ahlinya untuk menjelaskan itu,” tuturnya.
Selain itu, Menurut Damanhuri, pengaruh lingkungan sangat mudah untuk membentuk sikap seseorang menjadi radikal dan intoleran. Oleh karena itu, dalam menyiarkan dakwah ada hal-hal yang perlu untuk dipahami.
“Pertama, sosiologis, historis, filosifis dan psikologis, jadi keempat hal inilah yang perlu dipahami dengan baik agar tidak terjebak dengan paham radikalisme,” katanya.
Dosen UIN Ar-Raniry di bidang ilmu filsafat ini mengajak LDII untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di tengah-tengah umat melalui jalan diskusi.
“LDII saya ajak berdikusi, MPU sangat terbuka, jika ada yang salah, maka bagaimana kita perbaiki, jangan sampai menyinggung, yang ujungnya terjadi perpecahan” ujarnya.
Senada dengan Damanhuri, Ketua DPW LDII Aceh Marzuki, S.Ag, MH mengatakan, semua masyarakat harus sepakat untuk tidak memberi ruang bagi bertumbuhnya radikalisme.
“Untuk itu, perlu memperkokoh kearifan lokal, karena akan mampu menangkal radikalisme,” katanya.
Marzuki mengungkapkan, bahwa penyebaran radikalisme ini masih eksis di berbagai lingkungan masyarakat.
“Diantaranya ada yang terang-terangan tampil di publik berbicara tentang hal-hal yang tidak sesuai dengan ada ketimuran,” ujarnya.
Selain kearifan lokal, menurut Marzuki, perlu adanya pendekatan psikologi dan agama kepada masyarakat luas.
“LDII sebagai salah satu ormas Islam sangat mendukung upaya pemerintah dalam mencegah radikalisme dan intoleran di tengah-tengah masyarakat,” tambahnya. (m)