Berinfak dan bersedekah bukan membuat miskin, justru menjadi sebab datangnya rezeki.

Oleh: Achmad Mu’min
LDII Aceh – Manusia diciptakan dengan satu tujuan yang jelas, menyembah Allah SWT. Dalam Surah Az-Zariyat ayat 56, Allah menegaskan, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” Namun, kenyataannya banyak manusia yang justru menjadikan dunia sebagai tujuan utama, bukan sebagai sarana untuk menggapai akhirat.
Pelit dalam berinfak dan bersedekah adalah cerminan hati yang terlalu berat memegang dunia. Padahal, harta hanyalah titipan yang suatu saat akan diambil kembali. Allah memberi rezeki bukan semata untuk dinikmati sendiri, tetapi juga untuk dibagikan kepada yang membutuhkan. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 267, Allah memerintahkan, “Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik…”
Sayangnya, banyak orang kaya yang merasa hartanya adalah hasil jerih payah semata. Mereka lupa bahwa Allah lah yang memberi kemampuan, peluang, dan keberkahan dalam usaha. Ketika lupa hakikat ini, muncul sifat pelit dan enggan berbagi. Mereka lupa bahwa dalam harta mereka, ada hak orang lain. Surah Adz-Dzariyat ayat 19 menyebutkan, “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”
Sifat pelit ini bukan sekadar buruk dari sisi sosial, tapi juga tercela secara spiritual. Dalam hadist riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda, “Takutlah kalian dari sifat kikir, karena kikir telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.” Allah juga berfirman dalam Surah Ali-Imran ayat 180, bahwa orang yang menahan hartanya dari infak akan dipasangi kalung dari harta itu di hari kiamat.
Padahal, Allah menjanjikan pahala besar bagi orang yang ringan tangan dalam bersedekah. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 261, Allah berfirman, “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap tangkai ada seratus biji.” Luar biasa, satu kebaikan dibalas tujuh ratus kali lipat.
Bersedekah bukan hanya soal jumlah, tapi ketulusan. Orang miskin sekalipun tetap punya peluang besar di sisi Allah jika ia ikhlas memberi. Nabi SAW bersabda dalam hadist riwayat Bukhari-Muslim, “Setiap ruas tulang manusia wajib dikeluarkan sedekahnya setiap hari…” Maka tidak ada alasan untuk pelit, karena sedekah bisa dalam bentuk apa pun.
Menariknya, Rasulullah SAW pernah membagi manusia dalam empat golongan, sebagaimana dijelaskan dalam hadist riwayat Tirmidzi:
Orang yang berilmu dan berharta, maka ia gunakan ilmunya dan hartanya untuk kebaikan. Orang yang berilmu tapi tidak berharta, namun berniat seperti orang pertama. Orang yang berharta tapi tidak berilmu, maka hartanya digunakan untuk kesia-siaan. Orang yang tidak berharta dan tidak berilmu, hidupnya habis dalam kebodohan dan niat jahat.
Pertanyaannya, kita masuk yang mana?
Contoh terbaik dari golongan pertama adalah para sahabat Nabi seperti Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan. Mereka pebisnis sukses, kaya raya, tetapi tidak silau dunia. Utsman pernah menyumbang 1.000 unta beserta perlengkapannya untuk jihad fi sabilillah. Abdurrahman bin Auf pun pernah menyumbangkan 700 dinar emas dalam sekali infak.
Mereka sadar bahwa harta bukan milik abadi. Setelah mati, semua kekayaan akan ditinggalkan. Yang ikut masuk ke liang lahat hanya amal baik, termasuk infak dan sedekah. Dalam Surah Al-Munafiqun ayat 10, Allah menggambarkan penyesalan orang yang wafat dan berharap bisa kembali ke dunia untuk bersedekah.
Terlalu mencintai dunia hingga pelit berinfak mirip dengan kisah Korun. Dalam Surah Al-Qashash ayat 76-82, dikisahkan Korun yang sombong dengan hartanya, menolak perintah Allah, dan akhirnya dibinasakan bersama kekayaannya. Allah menenggelamkan dia dan seluruh hartanya ke dalam bumi.
Kisah Korun bukan sekadar dongeng, tapi peringatan bagi kita yang lalai. Jangan sampai kita merasa aman dengan harta, lalu menjadi pelit, sombong, dan lupa daratan. Dunia ini sebentar. Hari kiamat adalah kenyataan yang pasti akan datang.
Sangat boleh mencari dunia, bahkan dianjurkan untuk menjadi kaya. Tapi ingat, jangan sampai cinta dunia membuat kita meninggalkan Allah. Jangan sampai sibuk kerja, tapi lupa salat. Jangan sampai kaya, tapi tidak pernah berbagi. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya setiap umat itu diuji, dan ujian umatku adalah harta.” (HR. Tirmidzi)
Berinfak dan bersedekah bukan membuat miskin, justru menjadi sebab datangnya rezeki. Dalam hadist riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda, “Sedekah tidak akan mengurangi harta.” Allah bahkan akan menggantinya berkali-kali lipat, jika dilakukan dengan ikhlas.
Maka dari itu, jadikan dunia sebagai alat, bukan tujuan. Gunakan harta untuk mengejar pahala akhirat. Jangan pelit, karena sesungguhnya yang kita simpan belum tentu sampai ke tangan kita. Tapi yang kita sedekahkan, pasti sampai ke sisi Allah.
Jika hari ini kita sulit untuk infak, mari koreksi diri. Apakah kita terlalu cinta dunia? Apakah kita lupa bahwa akhirat adalah tujuan utama? Dunia ini hanya persinggahan. Sungguh rugi orang yang menumpuk-numpuk harta tapi tidak pernah memberi.
Mari kita meneladani para sahabat, menjadikan harta sebagai sarana, bukan tujuan. Karena di akhirat nanti, yang ditanya bukan seberapa kaya kita, tapi seberapa banyak kita memberi.
Semoga Allah membukakan hati kita untuk menjadi hamba yang dermawan, mencintai akhirat lebih dari dunia, dan selalu ingat bahwa semua yang kita punya, hanyalah titipan. Dan titipan itu akan diminta pertanggungjawabannya.