Nabi Muhammad SAW pun melalui berbagai ujian, mulai dari diejek, disakiti, hingga ditinggal orang-orang terdekatnya. Namun beliau tetap sabar dan bersandar pada pertolongan Allah.

Oleh: Achmad Mu’min
LDII Aceh – Dalam perjalanan hidup, setiap manusia pasti akan menghadapi berbagai ujian dan cobaan. Bagi seorang Muslim, kesabaran bukan hanya sikap, melainkan salah satu fondasi utama dalam membangun keimanan yang kuat.
Islam menjadikan sabar sebagai bagian dari akhlak dan kepribadian seorang mukmin. Kesabaran bukan hanya dalam menahan amarah, tapi juga dalam menerima takdir, menunggu pertolongan Allah, serta tetap teguh di jalan kebaikan.
Allah SWT telah menegaskan dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqarah: 153). Ayat ini menjadi pengingat bahwa sabar bukan kelemahan, melainkan kekuatan yang mendatangkan kedekatan dengan Tuhan.
Seorang Muslim yang mampu bersabar akan lebih siap menghadapi ujian kehidupan. Ia tahu bahwa hidup di dunia ini tidak akan selamanya mudah, dan Allah menguji hamba-Nya sesuai kemampuan mereka.
Ketika seorang Muslim berada di titik terendah dalam hidup, di saat semua pintu seolah tertutup, kesabaranlah yang menjadi cahaya penuntun agar tidak tersesat dalam keputusasaan.
Tanpa kesabaran, seseorang bisa kehilangan arah. Ia bisa terdorong untuk menyalahkan takdir, kecewa kepada Allah, bahkan bisa tergelincir ke dalam kekufuran jika imannya tidak cukup kuat.
Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan orang yang beriman. Segala urusannya adalah baik. Jika mendapat nikmat ia bersyukur, dan jika ditimpa musibah ia bersabar. Itu hanya dimiliki oleh orang yang beriman.” (HR. Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa kesabaran bukan hanya untuk saat susah, tapi bagian dari keimanan yang menyeluruh. Bahkan dalam senang pun, seseorang perlu sabar agar tidak lupa diri.
Dalam masyarakat, orang yang sabar memberikan dampak positif. Ia tidak menebarkan keluh kesah berlebihan, ia bisa menjadi penenang di tengah kekacauan, dan menjadi contoh keteguhan iman bagi orang lain.
Kesabaran juga menjadi benteng dari tindakan destruktif. Saat seseorang menghadapi tekanan hidup, tanpa kesabaran, ia bisa bertindak gegabah, menyakiti orang lain, atau bahkan merusak dirinya sendiri.
Dalam sejarah Islam, sabar adalah karakter para nabi dan orang-orang saleh. Nabi Ayub AS adalah contoh nyata kesabaran yang luar biasa saat ditimpa sakit bertahun-tahun tanpa keluhan.
Nabi Muhammad SAW pun melalui berbagai ujian, mulai dari diejek, disakiti, hingga ditinggal orang-orang terdekatnya. Namun beliau tetap sabar dan bersandar pada pertolongan Allah.
Kesabaran juga erat kaitannya dengan kemenangan. Allah berfirman: “Berapa banyak kelompok kecil yang mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 249)
Dari ayat ini jelas bahwa kemenangan tidak ditentukan oleh jumlah atau kekuatan fisik semata, melainkan oleh keimanan dan kesabaran.
Dalam kondisi bencana alam atau musibah besar, banyak orang goyah keimanannya. Jika tidak memiliki kesabaran, seseorang bisa mempertanyakan keadilan Allah, bahkan marah kepada takdir.
Inilah mengapa sabar menjadi sendi utama keimanan. Iman tanpa sabar akan mudah roboh saat diterpa ujian berat.
Sabar juga mendekatkan seseorang pada takwa. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah dan kuatkanlah kesabaranmu… supaya kamu bertakwa.” (QS. Ali Imran: 200)
Takwa adalah puncak keimanan, dan sabar adalah jalannya. Orang yang sabar akan lebih mampu menjaga diri dari dosa, mengendalikan hawa nafsu, dan tetap berada di jalan lurus.
Dalam kehidupan sehari-hari, sabar juga menciptakan lingkungan yang damai. Seorang suami yang sabar tidak mudah marah kepada istrinya. Seorang guru yang sabar lebih bisa membimbing muridnya dengan hati.
Masyarakat yang dipenuhi orang-orang sabar akan lebih harmonis. Mereka lebih mampu menahan konflik dan menyelesaikan permasalahan dengan kepala dingin.
Kesabaran tidak lahir begitu saja. Ia perlu dilatih dari hal-hal kecil. Menahan amarah saat jalan macet, sabar saat diperlakukan tidak adil, sabar dalam menjalani proses hidup yang lambat.
Sabar juga bisa menjadi bentuk ibadah. Ketika seseorang menahan diri dari balas dendam dan memilih memaafkan, ia telah menempatkan diri pada kedudukan tinggi di sisi Allah.
Dalam konteks dakwah, sabar sangat penting. Nabi SAW berdakwah dengan kesabaran luar biasa meski ditolak dan dihina. Tanpa sabar, dakwah akan mati di tengah jalan.
Dunia saat ini penuh dengan tekanan. Persaingan ekonomi, krisis moral, dan tantangan digital menuntut setiap Muslim untuk punya kesabaran ekstra agar tidak larut dalam arus negatif.
Anak-anak perlu diajarkan tentang sabar sejak dini. Ini bukan hanya soal tidak menangis saat tidak dibelikan mainan, tapi lebih dari itu: sabar dalam belajar, sabar dalam proses tumbuh menjadi dewasa.
Dalam kehidupan berbangsa pun, sabar sangat penting. Saat terjadi perbedaan politik atau krisis sosial, sabar menjaga kita agar tidak mudah terprovokasi dan tetap berpikir jernih.
Jika sabar menjadi budaya umat Islam, maka kita akan menjadi umat yang kuat, tangguh, dan tidak mudah terpecah belah.
Kesabaran sejatinya adalah bentuk kepercayaan penuh kepada Allah. Bahwa di balik setiap ujian, ada hikmah dan ada rencana indah yang sedang disiapkan oleh-Nya.
Maka, jangan pernah malu menjadi orang yang sabar. Sebab sabar adalah tanda kekuatan, bukan kelemahan. Ia adalah mahkota bagi orang-orang beriman.
Semoga kita semua termasuk golongan yang sabar. Sebab Allah menjanjikan: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)