Nasehat adalah cermin. Ia menunjukkan kekurangan kita yang mungkin tak kita sadari. Tapi kita bisa memilih memecahkan cerminnya atau memperbaiki penampilan kita.

Oleh: Achmad Mu’min
LDII Aceh – Tidak semua teguran harus diterima dengan kemarahan. Kadang-kadang, teguran adalah bentuk cinta yang tersamar. Terutama dalam Islam, nasehat adalah salah satu bentuk ibadah.
Ketika ada yang menegur atau menasehati kita karena suatu kesalahan, bersyukurlah. Itu tandanya Allah masih memberi kesempatan untuk kita memperbaiki diri.
Sebab tidak semua orang diberi petunjuk untuk menyadari kesalahan. Ada yang terus dalam dosa tapi tak pernah disapa oleh siapa pun. Bukankah itu lebih menakutkan?
Dalam Islam, nasehat adalah bagian dari agama itu sendiri. Rasulullah SAW bersabda, “Agama adalah nasehat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum Muslimin dan untuk seluruh kaum Muslimin.” (HR. Muslim).
Hadis ini menguatkan bahwa memberi dan menerima nasehat adalah bagian dari keimanan. Artinya, ketika kita menolak nasehat, bisa jadi kita sedang menolak bagian dari agama itu sendiri.
Sayangnya, banyak dari kita yang langsung tersinggung ketika dinasehati. Seolah-olah itu adalah bentuk penghinaan, padahal bisa jadi itu adalah jalan kita menuju taubat.
Nasehat bukan bentuk superioritas, bukan pula alat untuk menjatuhkan. Dalam Islam, nasehat dilakukan dengan niat memperbaiki, bukan mencela.
Maka penting bagi orang yang menasehati untuk menjaga niat. Jangan sampai karena ingin terlihat lebih baik, nasehat berubah menjadi sindiran menyakitkan.
Seseorang yang tulus menasehati tidak akan merendahkan. Ia akan menegur dengan kasih sayang, kelembutan, dan kepedulian.
Rasulullah SAW adalah teladan terbaik dalam memberi nasehat. Beliau tidak pernah menghardik dengan kasar, tapi selalu memilih kata-kata yang tepat dan menyentuh hati.
Kita juga bisa belajar dari para sahabat yang saling menasehati satu sama lain. Tidak ada marah atau dendam, karena mereka paham bahwa nasehat adalah bentuk kasih sayang sesama Muslim.
Al-Qur’an pun mengingatkan kita untuk menegur dengan cara yang baik. “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik…” (QS. An-Nahl: 125).
Teguran yang baik adalah yang disampaikan dengan kelembutan dan keikhlasan. Bahkan Fir’aun yang zalim pun Allah perintahkan untuk ditegur dengan kata-kata yang lembut (QS. Thaha: 44).
Maka ketika kita melihat seseorang melakukan maksiat atau kesalahan, jangan hanya menggunjing di belakang. Tegurlah dengan cara yang baik.
Sebaliknya, ketika kita yang ditegur, cobalah untuk tidak langsung defensif. Mungkin memang ada yang perlu kita perbaiki.
Seringkali, orang yang paling peduli pada kita adalah yang berani menegur. Mereka rela dibenci, asal kita tidak berbuat dosa.
Jangan sampai kita hanya mau mendengar pujian, tapi marah ketika dikritik. Orang yang bijak tahu kapan harus diam, kapan harus berubah.
Ketika kita menerima nasehat dengan lapang dada, kita sedang membuka pintu perubahan. Dan perubahan itu adalah awal dari perbaikan hidup.
Tidak ada manusia yang sempurna. Bahkan ulama pun masih butuh dinasehati. Maka tidak ada alasan bagi kita untuk merasa paling benar.
Terkadang, Allah menegur kita lewat lisan orang lain. Maka jangan abaikan jika ada yang dengan tulus mengingatkan.
Nasehat adalah cermin. Ia menunjukkan kekurangan kita yang mungkin tak kita sadari. Tapi kita bisa memilih memecahkan cerminnya atau memperbaiki penampilan kita.
Tentu, tak semua teguran benar. Tapi kita bisa menyaringnya. Ambil yang baik, dan abaikan yang tidak sesuai.
Jika semua nasehat langsung kita tolak dengan emosi, bagaimana mungkin kita bisa tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik?
Terlebih lagi, jika nasehat itu mengingatkan kita akan larangan Allah. Itu bukan hanya teguran dari manusia, tapi juga seruan dari langit.
Saat Allah membiarkan kita terus dalam maksiat tanpa teguran dari siapa pun, bisa jadi itu adalah istidraj kenikmatan yang menipu sebelum datangnya azab.
Maka bersyukurlah saat ada yang menasehati. Itu tanda bahwa Allah belum berpaling dari kita.
Mari kita jadikan nasehat sebagai bahan bakar untuk memperbaiki diri, bukan sebagai alasan untuk menjauh dari orang yang peduli.
Dan jika kita merasa terganggu oleh nasehat, cobalah lihat lagi niat kita apakah kita ingin berubah atau hanya ingin terlihat baik?
Dunia ini hanya sebentar. Jika kita terus dalam kesalahan, bisa jadi waktu kita habis sebelum sempat memperbaiki diri.
Maka mulai hari ini, mari belajar menerima nasehat dengan syukur. Karena dengan itu, Allah sedang menunjukkan bahwa kita masih punya harapan untuk berubah.