
BULAN Ramadhan telah berlalu, meninggalkan rasa haru bagi umat Muslim yang merindukan keberkahan dan keutamaannya. Kita semua berharap agar ibadah yang telah dilakukan diterima oleh Allah SWT serta berdoa agar dapat bertemu kembali dengan Ramadhan berikutnya dalam keadaan lebih baik.
Selama bulan suci, semangat beribadah meningkat pesat. Masjid dan mushala ramai dengan jamaah yang melaksanakan shalat wajib, Tarawih, witir, serta tadarus Alquran. Umat Islam juga berlomba-lomba dalam berinfak dan bersedekah, memanfaatkan setiap kesempatan untuk berbuat kebaikan.
Namun, setelah Ramadhan usai, setiap orang menunjukkan respons yang berbeda. Ada yang tetap teguh dalam kebaikan, menjadikan bulan ini sebagai momentum memperbaiki diri dan mempertahankan ketakwaan. Ada pula yang kembali ke kebiasaan lama, seolah-olah Ramadhan hanya jeda sementara dari gaya hidupnya. Sementara itu, sebagian lainnya bersikap biasa saja, tidak mengalami perubahan berarti baik di bulan suci maupun setelahnya.
Golongan yang terakhir ini sangat merugi, seperti disebut dalam hadis Nabi, “Betapa celaka orang yang melewati Ramadhan tanpa mendapatkan ampunan dari Allah.” (HR Tirmidzi). Mereka yang hanya merasakan lapar dan haus tanpa meningkatkan ketakwaan adalah orang-orang yang kehilangan kesempatan besar.
Bagi mereka yang berusaha mempertahankan ketakwaan, perasaan khawatir dan harapan menyelimuti hati mereka. Khawatir jika tidak diberi kesempatan bertemu Ramadhan lagi, khawatir jika ibadahnya belum cukup untuk menghapus dosa, namun tetap berharap agar semua amal diterima sebagai bekal menuju kehidupan yang lebih baik.
Seharusnya, semangat Ramadhan tidak hanya bertahan selama satu bulan, tetapi terus berlanjut di bulan-bulan berikutnya. Ramadhan telah mengajarkan banyak hal, seperti: semangat beribadah dan beramal saleh baik dari segi kualitas maupun kuantitas, ibadah yang dilakukan selama Ramadhan seharusnya membentuk kebiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari.
Menjaga diri dari maksiat. Puasa bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga mengajarkan pengendalian diri dari perbuatan tercela seperti ghibah, fitnah, penipuan, hingga tindakan kriminal.
Saling membantu dan mencintai sesama. Kepedulian terhadap sesama yang meningkat di bulan Ramadhan seharusnya tidak berakhir setelahnya.
Menjaga shalat berjamaah. Jika selama Ramadhan masjid selalu penuh, kebiasaan ini harus terus dipertahankan agar hubungan dengan Allah semakin kuat.
Meningkatkan ibadah sunah. Shalat seperti dhuha dan tahajud yang rutin dilakukan selama Ramadhan sebaiknya tetap dijalankan di bulan-bulan lainnya.
Terus membaca Alquran. Kebiasaan tadarus yang meningkat di bulan suci hendaknya dijaga agar hati tetap tenang dan dipenuhi cahaya keimanan.
Semoga spirit Ramadhan terus melekat dalam kehidupan kita sehari-hari. Dengan begitu, tujuan utama ibadah di bulan suci—yakni menjadikan kita insan yang bertakwa—tidak hanya menjadi harapan sesaat, tetapi terus terwujud dalam keseharian kita.